Follow Us

|
JADWAL SHOLAT Subuh 04:40:55 WIB | Dzuhur 11:59:10 WIB | Ashar 15:19:22 WIB | Magrib 17:52:17 WIB | Isya 19:04:59 WIB
BERITA UTAMA

Akademisi Singapura Nilai Dampak Perang Dagang Lebih 'Mengerikan' dari Perang Dingin

Selasa, 17/09/2019 | 22:11 WIB
Reporter: Merdeka Red IT: Firman Wage Prasetyo
Getty Images ©2019 GetarMerdeka.com - negara terdampak perang dagang AS vs CHN. ©2018 liputan6.com
Jakarta, GetarMerdeka.com - Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China dipandang bisa menjadi lebih 'dingin' ketimbang perang dingin. Direktur East Asian Institute dari National University of Singapore, Bert Hofman, menjelaskan itu disebabkan oleh dominasi China di perdagangan global.
Kondisi itu berbeda dari hubungan AS dan Soviet pada era perang dingin. Kala itu, kedua negara tak punya hubungan dagang yang signifikan.
"Soviet dan AS hampir tak punya hubungan dagang. Kurang dari dua persen dari total perdagangan. Dengan China perdagangannya sampai 15 persen," ujar Hofman pada acara CSIS Global Dialogue di Jakarta, Selasa (17/9).
Hofman juga menyebut interaksi dagang antara Blok Barat dan Blok Timur sangat minim. Hubungan dagang keduanya hanya terbatas minyak dan gandum.
Kondisi China jauh berbeda dari Blok Timur. China memimpin pasar di sektor manufaktur dunia, yakni melebihi 25 persen. Dalam total ekspor, China berada di kisaran 10 persen, lebih tinggi dari Jerman, meski masih lebih rendah dari AS.
"Ekonomi terbesar kedua ini akan segera menjadi yang terbesar di dunia," jelas Hofman. Alhasil, sulit untuk mencari alternatif selain China dalam perdagangan.
Selain perang dagang, Hofman juga mengingatkan bahwa perang teknologi dengan China bisa amat rumit. Negara Tirai Bambu itu sudah menjadi kekuatan teknologi dan riset. Di mana, investasi China mencapai 2,5 persen dari total GDP mereka.
Hofman pun menyorot bagaimana perang dagang mengakibatkan ketidakpastian geopolitik dalam investasi. Kini perusahaan mulai hijrah dari China ke Vietnam demi menghindari tarif perang dagang, tetapi bisa saja Trump turut menjadikan Vietnam sebagai target.
"Kepercayaan menjadi turun karena tak ada yang tahu apa yang akan terjadi (perang dagang), tak ada yang tahu bagaimana bunyi twit (dari Donald Trump) berikutnya," ucap Hofman.
Reporter: Tommy Kurnia Romy
Sumber:Liputan6
Image and video hosting by TinyPic
[mdk/bim/gmc]

Indonesia Satu

Merdeka Network


ADVERTISEMENT SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT