Follow Us

|
JADWAL SHOLAT Subuh 04:40:55 WIB | Dzuhur 11:59:10 WIB | Ashar 15:19:22 WIB | Magrib 17:52:17 WIB | Isya 19:04:59 WIB
BERITA UTAMA

KPU Jadi Bingung Menyikapi Putusan Berlawanan MK – MA

Rabu, 14/11/2018 | 13:21 WIB
Reporter: Gunarso TS | Red IT: Firman Wage Prasetyo
Getty Images ©2018 GetarMerdeka.com - Ilustrasi (Istimewa)
Jakarta, GetarMerdeka.com - DPD itu  anggotanya merupakan perwakilan setiap provinsi. Tapi ketika DPD RI dipimpin Oesman Sapta Odang (OSO), sistem ketatanegaraan kita jadi kacau. Anggota DPD dibiarkan saja jadi anggota parpol (politisi). OSO yang Ketum Hanura pun malah nyaleg DPD. MK melarang, tapi MA membolehkan. KPU pun bingung menyikapinya.
Sebagaimana DPR, masa jabatan Ketua DPD juga lima tahunan. Tapi kemudian ada yang mengotak-atiknya menjadi 2,5 tahun saja, tapi dibenarkan oleh MA. Maka seharusnya ketika Ketuanya Irman Gusman lengser karena  jadi urusan KPK, yang jadi ketua mustinya Farouk Muhammad. Tapi faktanya yang jadi malah OSO yang masih menjabat Ketum Hanura.
DPD di bawah OSO inilah banyak anggotanya yang merangkap jadi politisi Hanura. Aturan yang membingungkan itu terus berlanjut. Sebab OSO yang jadi Ketum Hanura merangkap Ketua DPD itu ikut pula nyaleg DPD. Melalui keputusannya nomor 30/PUU-XVI/2018 MK pun melarang pengurus parpol nyaleg DPD.
Meski putusan MK bersifat final dan mengikat, OSO tidak puas dan diapun menggugat ke MA. Ternyata MA membolehkan, sehingga OSO yang Ketum Hanura boleh menjadi Caleg DPD. Publik pun jadi heran, kok ada ya pengurus parpol  jadi Caleg DPD juga. Tambah bingung lagi, putusan MA kok bisa berlawanan dengan MK.
Paling bingung kini pihak KPU, bagaimana harus menyikapi putusan MK-MA yang bertolak belakang itu? Padahal menurut logika yang benar, DPD itu perwakilan daerah yang dimasa Orba disebut Utusan Daerah. Sebagai anggota perwakilan daerah, dia tidak berinduk pada parpol, tapi pada daerah (gubernuran) yang diwakili.
Dalam keyakinan orangtua dulu, jika dalam kondisi bingung hendaknya jongkok dulu, nanti hilang rasa bingung itu. Tapi itu kan bingung soal mata angin, mana barat mana timur, mana barat laut mana barat daya. Lha kalau bingungnya karena urusan sistem ketatanegaraan yang jadi semrawut?
Maka Ketua KPK Arief Budiman ingin berkonsultasi pada pakar hukum tata negara. Mana yang harus jadi rujukannya. Tinggal pilih sekarang, ada Yusril Ihza Mahendra, Refli Harun, apa Margarito Kamis dan Irman Putra Sidin?
Image and video hosting by TinyPic
[pkn/gun/gmc]
Sumber : PoskotaNews



Indonesia Satu

Merdeka Network


ADVERTISEMENT SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTORIAL NTB GEMILANG JILID II ZUL ROHMI

ADVERTORIAL NTB GEMILANG JILID II ZUL ROHMI
ADVERTISEMENT